Travel / What to do

Tangkahan, Surga Tersembunyi di Sumatera Utara

Mengendarai Gajah Susuri Sungai, Makan Siang Spesial di Tepi Air Terjun (Artikel ini adalah lanjutan dari cerita jalan-jalan ke Bukit Lawang, baca di sini)

Gajah juga bisa mesra-mesraan ;;)

Setelah menyusuri hutan Bukit Lawang dan menengok Orang Utan di habitat asli, plus melihat bekas cakaran beruang madu, saya dan teman-teman hijrah ke Tangkahan. Lokasi ini juga merupakan pintu masuk lain menuju Taman Nasional Bukit Leuser. Perjalanan dari Bukit Lawang ke Tangkahan membutuhkan waktu sekitar empat sampai lima jam dikarenakan kondisi jalan yang jelek.

Berbeda dengan Bukit Lawang, Tangkahan merupakan kawasan eco-tourism yang lebih dikelola dengan baik. Ada banyak sekali lokasi yang bisa didatangi dan dipetakan dengan baik. Membuat turis akan lebih mudah untuk menentukan mau bepergian kemana.

Di Tangkahan, kita juga bisa menyaksikan orang utan, lalu mengendarai dan memandikan gajah, menyusuri hutan, sampai melihat bunga bangkai yang hanya mekar setahun sekali selama sekitar satu minggu. Sayangnya, ketika kami ke sana, bunga bangkai nggak sedang mekar.

Tiba di Tangkahan sore hari, saya dan teman-teman sudah nggak sanggup lagi kalau harus trekking menyusuri hutan. Jadi, untuk di Tangkahan kami lebih memilih menengok lokasi yang mudah dijangkau. Guide kami, Bang Kurnia Sinulingga akhirnya mengajak ke sebuah air terjun kecil di dekat penginapan.

Kami mengira air terjun ini akan biasa-biasa saja karena Bang Kurnia menyebut bahwa ukurannya nggak besar. Tapi ternyata, walau kecil, kunjungan ke sini lumayan seru karena nggak banyak orang lain, dan airnya sangat segar. Kami pun foto-foto di sini. Dari air terjun, kami juga mampir ke sebuah sumber air panas yang lokasinya nggak jauh dari air terjun. Menjajal mencelupkan kaki ke sumber air panas yang sebesar baskom.

Hap! Bertapa di balik air terjun

Di hari kedua, kami main-main ke kebun durian warga di sekitar penginapan. Ketika melewati kebun ini, kami berjalan santai sampai ada suara seorang anak kecil berteriak dari jauh, “Kak… jangan jalan Kak. Lari kalau lewat kebun. Nanti kejatuhan durian.”

Kebun Durian. Lari woy! Malah tunjuk-tunjuk

Hal serupa juga terjadi ketika kami asyik foto-foto di atas jembatan gantung dekat kebun durian. Karena jembatan ini memang keren, jadi saya dan teman-teman lama berdiam di sana untuk foto-foto. Tapi kemudian, ada beberapa anak kecil yang menunggu di ujung jembatan. Ternyata, jembatan itu hanya bisa menampung sekitar tujuh orang. Dan disarankan memang nggak berhenti di tengah-tengah. Glek. Untung saja nggak ada yang aneh-aneh terjadi dengan kami :p

Jembatan gantung yang cakep

Bang Kurnia kemudian menemui kami dan mengenalkan dengan pemilik kebun supaya bisa pesta durian. Begitu banyak buah yang habis dan kami cuma bayar Rp 25 ribu saja saudara-saudara.

Tenang, bro and sis!

Puas pesta durian, Bang Kurnia meminta kami untuk siap-siap menunggang gajah. Ini adalah atraksi yang banyak diminati turis di Tangkahan. Harganya agak sedikit mahal, tapi kami rela supaya gajah-gajah itu bisa dirawat dengan baik.

Mungkin ada yang bertanya, apa nggak kasihan gajah ditunggai untuk wisata? Saya pernah menanyakan hal yang sama ke Bang Kurnia. “Gajah-gajah ini memang gajah tunggangan. Biasanya dipakai petugas untuk patroli keliling hutan untuk menghindari pembalang kayu liar. Dan mereka dirawat dan diajari dengan baik, nggak disakiti,” katanya. Semoga benar demikian. Tapi memang selama di sana, saya nggak melihat bekas-bekas luka di gajah atau petugas yang berperilaku kasar.

Gajah-gajah ini menunggu kami di sungai Batang. Sungai utama di Tangkahan. Ada empat gajah yang disiapkan untuk membawa kami plus Bang Kurnia.

Setelah semua naik, gajah-gajah ini mulai menyusuri sungai Batang yang arusnya cukup kencang, lalu naik ke daratan melewati pohon-pohon, kemudian masuk lagi ke sungai, begitu seterusnya. Rasanya seru banget! Saya cuma pernah menaiki gajah di kebun binatang, dan begitu menunggang mereka di alam bebas dikelilingi sungai dan hutan, atmosfernya benar-benar mempengaruhi perasaan kita.

Tiga detik kemudian yang di depan basah kena semprot gajah bandel

Rudi sok jagoan di atas gajah di hutan :p

Setelah sekitar lebih dari 30 menit menunggang, kami sampai di rumah tempat gajah-gajah ini tinggal. Sesampainya di sana, ada seekor gajah mini berusia lima tahun bernama Amel yang muncul. Beda dengan gajah-gajah dewasa yang tenang, Amel lebih bandel. Dia suka lari ke sana-sini. Tingkahnya bikin gemas, tapi kita nggak boleh terlalu dekat. Soalnya, Amel kayaknya belum paham kalau manusia nggak sekuat dia, dan kadang suka ngajak main dengan cara menyeruduk.

Amel ngajakin main Dian. Seruduk Mel!

Tapi, aktivitas belum selesai. Kami masih diberi kesempatan bermain sama gajah. Bahkan, kami juga dibolehkan memandikan mereka. Dan kadang, mereka juga memandikan kami dengan menyemburkan air dari belalai. Agak geli sih bayanginnya, tapi sampai sekarang buktinya kami bebas dari penyakit kulit kok. Hehehe.

Setelah tuntas memandikan gajah, kami pun kembali ke penginapan dengan melakukan river tubing. Yaitu, naik ke atas rakit yang dibuat dari rangkaian ban mobil.

Belalai tiga gajah ini udah penuh air dan siap menyemprot kami. Alul siap-siap disemprot gajah pas di depan muka :p 1… 2… 3… Bresss…

Kira-kira beginilah penampakan rakit turis yang kecil di Sungai Batang yang lebar

Di hari ketiga, hari terakhir di Tangkahan, kami punya jadwal makan siang spesial. Yaitu, makan siang di pinggir air terjun Glugur yang sangat jarang didatangi orang. Air terjun Gugur ini lebih besar dan lokasinya agak jauh dari yang kami datangi di hari pertama.

Untuk menuju ke air terjun tersebut, kami kembali melakukan river tubing. Perjalanan ke air terjun Glugur jadi seru karena kami melintasi sungai Batang dengan pemandangan di belakang adalah Gunung Leuser dihiasi langit biru berawan cantik plus tumbuhan-tumbuhan yang hijau. Indah banget! Kami juga sempat melihat berang-berang yang lagi membangun bendungan di pinggir sungai.

Jangan salah fokus, bukan lagi pamer double chin, tapi lagi pengen nunjukin pemandangan di belakang sana. Cakeppp!

“Kita lumayan beruntung nih. Soalnya, berang-berang biasanya jarang muncul. Mereka selalu sembunyi dari manusia,” kata Bang Kurnia. Sayangnya, saya nggak sempat memotret mereka karena berang-berang bersembunyi begitu cepat.

Sesampainya di dekat air terjun, hati rasanya jadi makin girang. Air terjun ini cantik banget. “Kolam”-nya juga dalam dan luas sehingga kami bisa berenang dengan bebas. Di sini, kami puas-puasin main air. Karena ada batuan yang licin, kita juga bisa main perosotan di situ.

Air terjun Glugur. Aslinya jauh lebih wow.

Pungky yang kelihatan tentram di air terjun. Kayaknya ditinggalin pulang pun doi nggak bakal sadar.

Sembari kami berenang, ternyata Bang Kurnia dan teman guidenya menata sebuah meja untuk kami makan siang. Meja ini cute sekali dihiasi dengan bunga-bunga dan dedaunan yang diambil dari sekitar air terjun. Makanan yang disediakan adalah makanan rumahan yang yummy! Itu adalah makan siang paling memorable buat saya.

Makanan nikmat yang dihias bunga-bunga itu…

Berikut ini adalah video singkat berisikan teman saya NiDinda yang menjelaskan makan siang kami dengan gaya agak sinting.

Main-main plus makan siang di air terjun Glugur adalah aktivitas terakhir kami di Tangkahan. Dari sana, kami kembali ke penginapan, dan bersiap-siap kembali ke Medan, untuk kemudian terbang ke Jakarta.

Masih banyak lokasi lain yang belum saya coba di Tangkahan. Keindahan tempat ini membuatnya seperti “surga” yang tersembunyi karena masih jarang didatangi wisatawan. Di sini, selain melihat bunga bangkai dan melihat orang utan, kita juga bisa masuk ke Goa Kalong, trekking ke hutan, dan masih banyak lagi. Suatu hari, saya pengen banget bisa kembali mampir ke sana, terutama waktu bunga bangkai lagi berkembang.

Yeayyy!!! Balik lagi yukkk..

Akomodasi dan Transportasi

  • Untuk menuju ke Tangkahan dari Bukit Lawang sebaiknya menggunakan mobil sewaan. Sebab, belum ada transportasi umum yang langsung menuju ke sana. Disarankan pula supaya transportasi ini disiapkan sebelum berangkat dari kota asal untuk mencegah kehabisan kendaraan. Coba minta bantuan dari hotel tempat menginap, mereka biasanya bisa memberikan jasa transportasi.
  • Kalau ingin langsung ke Tangkahan tanpa lebih dulu ke Bukit Lawang, ada dua cara. Pertama tentu dengan mobil sewaan. Kedua, dengan menumpang transportasi umum sejenis Kopaja di Jakarta. Bus mini ini berangkat dari terminal Pinang Baris di Medan. Pilih bus Pembangunan Semesta (PS) jurusan Sawit Seberang, turun di Batang Serangan. Pilihan pertama jauh lebih disarankan.

Bus dari Medan ke Tangkahan

  • Untuk tempat tinggal, ada beberapa pilihan penginapan di Tangkahan. Silakan cek di TripAdvisor untuk memilih penginapan. Ketika di sana, kami menginap di Jungle Lodge. Bentuk penginapan ini lebih modern dibanding yang kami inapi di Bukit Lawang, namun kita tetap bisa melihat pemandangan hutan yang hijau sambil nangkring di hammock. Yang mantap di sini adalah makanannya. Saran saya, sehari sebelum sampai, pesanlah untuk dibuatkan masakan khas Sumut seperti daun ubi tumbuk dan lainnya. Sebab, tukang masaknya butuh waktu untuk belanja ke pasar. Masakan di Jungle Lodge mantap! Dan lokasi restoran penginapan ini ada di tepi sungai Buluh yang suasananya seru.

Makan di pinggir sungai dengan menu khas Sumut yang yummy abis… Rasanya… hmmm…

Ide bagus nih, bawa mainan untuk bikin bubble-bubble. Jadi berasa surealis. Tujuan foto ini adalah menggambarkan hijaunya Jungle Lodge 🙂

  • Sama dengan di Bukit Lawang, Tangkahan juga punya banyak guide dengan kemampuan bahasa yang beragam. Untuk bisa menghubungi mereka, coba kontak pihak hotel atau kontak Bang Kurnia di nomor +62852 6147 3578
  • Siapkan uang tunai yang cukup karena nggak ada mesin ATM di sekitar lokasi ini

Related links:

– Dulunya, Tangkahan merupakan kawasan hutan yang dibabat habis oleh warga sekitar untuk kebutuhan ekonomi. Namun tahun demi tahun, akhirnya mereka berubah memanfaatkan hutan sebagai kawasan eco-tourism. Bagaimana perjuangan warga sekitar untuk mengubah kebiasaan tersebut? Baca cerita Bank Kurnia di sini

– Saya sempat cerita sedikit tentang NiDinda di atas. Dia adalah salah seorang teman saya yang gila traveling. Baca cerita Ni Dinda berenang bareng Whale Shark di sini, atau baca tip liburan dari cewek antik itu di sini

– Sekali lagi, kalau ingin melihat catatan jalan-jalan kami di Bukit Lawang, silakan klik di sini.

Photos: Rudi Cahyadi, Kurnia Sinulingga, Ilul Yusuf, Fachrul Azhari, Ni Dinda, dan Aziz Hasibuan.

– The Toilet Post

9 thoughts on “Tangkahan, Surga Tersembunyi di Sumatera Utara

  1. Pingback: Mulai Dibuntuti Orang Utan sampai Nengok “Jejak” Beruang |

  2. Hai.. tertarik banget nih mau ke sana. boleh share travel journal (itinerary & cost) nya gak ke email aku? (teamarlinichandra@gmail.com) thanks yaaa

    • Hai Tea! Kebetulan kalau itinerary kurang lebih sesuai yang ada di tulisan ini. Kamu bisa coba kontak Bang Kurnia untuk dibantu dibuatkan jadwal yang lebih menarik. Untuk cost, saya kebetulan tidak hitung terlalu detail, tapi biayanya kurang lebih sekitar Rp 3-4 juta/ orang all-in dengan jumlah grup berisikan 6-7 orang.

What do you think? Your comments are welcome...